Mari Berbagi !!!


Tuesday, 26 October 2010

strategi pembelajaran kreatif produktif

ABSTRAK

Pengaruh Penerapan Strategi Pembelajaran Kreatif Produktif Terhadap Pemahaman Siswa Pada Mata Pelajaran Ekonomi di Madrasah Aliyah Negeri 3 Palembang. (Novita Lestari, 2010:60 halaman)

Penelitian ini berjudul ”Pengaruh Penerapan Strategi Pembelajaran Kreatif Produktif Terhadap Pemahaman Siswa Pada Mata Pelajaran Ekonomi di Madrasah Aliyah Negeri 3 Palembang”. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah apakah ada pengaruh penerapan strategi pembelajaran kreatif produktif terhadap pemahaman siswa pada mata pelajaran ekonomi di Madrasah Aliyah Negeri 3 Palembang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya pengaruh penerapan strategi pembelajaran kreatif produktif terhadap pemahaman siswa pada mata pelajaran ekonomi di Madrasah Aliyah Negeri 3 Palembang. Dalam penelitian ini menjadi populasi adalah seluruh siswa kelas X di Madrasah Aliyah Negeri 3 Palembang yang berjumlah 8 kelas. Teknik pengambilan sampel dengan cara Cluster Sampling yang setelah diundi didapat kelas XC sebagai kelas eksperimen dan kelas XB sebagai kelas kontrol. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah observasi dan tes. Observasi digunakan untuk mengumpulkan data mengenai aktivitas siswa selama penerapan strategi pembelajaran kreatif prouktif, sedangkan metode tes digunakan untuk mengumpulkan data mengenai hasil belajar siswa setelah penerapan strategi kreatif produktif. Statistik yang digunakan untuk membuktikan hipotesis adalah statistik uji-t . Berdasarkan analisis data yang dilakukan didapat nilai t hitung = 2,61 dan t tabel 1,998 (t hitung = 2,61 > t tabel = 1,998) sehingga Ha diterima dan Ho ditolak. Hasil uji korelasi juga menunjukkan adanya pengaruh strategi pembelajaran kreatif produktif terhadap hasil belajar siswa pada materi uang sebesar 0,23619 = 23,619 %. Dengan demikian,hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diterima bahwa ada pengaruh penerapan strategi pembelajaran kreatif produktif terhadap pemahaman siswa pada mata pelajaran ekonomi di Madrasah Aliyah Negeri 3 Palembang. Ini berarti 76,381% ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi pemahaman siswa siswa sehingga masih diperlukan strategi-strategi lain yang bisa menunjang siswa dalam memahami materi pelajaran, juga guru yang mengajar harus aktif.. Oleh karena itu, disaran bagi guru agar dapat menerapkan strategi pembelajaran kreatif produktif dalam proses pembelajaran.

Kata Kunci : Strategi Pembelajaran Kreatif Produktif dan Pemahaman Siswa

Thursday, 21 October 2010

Azza rhoma irama

azza

Azza… azza… azza…
Azza azza azza
Azza azza azza

Ku rasakan kasihmu
Sungguh ku rasakan
Ku rasakan sayangmu
Sungguh ku rasakan
Ku rasakan cintamu
Azza…

Apa yang aku minta
Engkau memberikan
Dan apa yang aku dambakan
Engkau menuluskan
Apa yang aku mau
Engkau sediakan
Dan apa yang aku harapkan
Engkau menjanjikan
liriklagu-top.blogspot.com

Azza azza azza
Azza azza azza
Azza

Adakah yang sebaik dia
Adakah yang sebijak dia

Adakah yang setulus dia
Adakah yang seikhlas dia

Adakah
Adakah…

Azza azza azza
Azza azza azza

Ku rasakan kasihmu
Sungguh ku rasakan
Ku rasakan sayangmu
Sungguh ku rasakan
Ku rasakan cintamu
Azza…

Bila aku bersedih
Engkau menghiburkan
Apabila aku merana
Engkau bahagiakan
Bila aku bersalah
Engkau memaafkan
Apabila aku terlena
Engkau menyadarkan

Azza azza azza
Azza azza azza
Azza

Azza azza azza
Azza azza azza
Azza

Azza azza azza
Azza azza azza
Azza

Sunday, 17 October 2010

pengaruh penerapan pembelajaran siklus (model siklus belajar) tehadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi di SMAN 1 Indralaya.

ABSTRAK
Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Siklus terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Ekonomi di SMA Negeri 1 Indralaya.
Efran Hadi, 2010: 47 halaman.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran siklus terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran Ekonomi di SMA Negeri 1 Indralaya. Metode penelitian dengan menggunakan pendekatan penelitian ekperimen, sehingga variabel penelitiannya adalah penerapan model pembelajaran siklus dan hasil belajar siswa. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X yang berjumlah 192 siswa. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 70 siswa yaitu kelas eksperimen sebanyak 35 siswa dan kelas kontrol juga 35 siswa yang dipilih dengan menggunakan teknik cluster sampling. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah tes dan observasi pada setiap pertemuan selama tiga kali pertemuan. Teknik analisis data tes berupa mencari rerata hasil tes siswa dan teknik analisis data observasi yang berupa lembar observasi serta uji-t untuk menguji hipotesis. Hasil analisis data tes yang diproleh menunjukkan ada perbedaan mean antara siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol sebesar 7,34 atau terjadi peningkatan sebesar 8,94%. Hal ini berarti ada pengaruh penerapan model pembelajaran siklus tehadap hasil belajar siswa. Hasil analisis observasi keaktifan mengalami peningkatan pada kelas eksperimen pada pertemuan 1, 2, dan, 3 yang meliputi keaktifan mental dan emosi, lisan , visual, seta keaktifan gerak. Adapun hasil perhitungan uji-t dengan taraf signifikansi 0,95 persen didapat thitung = 6,393 > ttabel=1,994. Apabila thitung>ttabel Ha diterima, berarti ada pengaruh penerapan model pembelajaran siklus tehadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi.

Kata kunci : model pembelajaran siklus, hasil belajar.

Tuesday, 12 October 2010

Hakikat Teori Belajar Konstruktivisme

Teori BelajarKONSTRUKTIVISMESalah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132).

Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi 1988: 133). Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan ransangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu (Suparno, 1996: 7).

Lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkan, perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan tentang keadaan ketidak-seimbangan dan keadaan keseimbangan (Poedjiadi, 1999: 61).

Dari pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak dapat dipahami bahwa pada tahap tertentu cara maupun kemampuan anak mengkonstruksi ilmu berbeda-beda berdasarkan kematangan intelektual anak.

Berkaitan dengan anak dan lingkungan belajarnya menurut pandangan konstruktivisme, Driver dan Bell (dalam Susan, Marilyn dan Tony, 1995: 222) mengajukan karakteristik sebagai berikut: (1) siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan, (2) belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa, (3) pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara personal, (4) pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas, (5) kurikulum bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran, materi, dan sumber.

Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya. Belajar merupakan proses aktif untuk mengembangkan skemata sehingga pengetahuan terkait bagaikan jaring laba-laba dan bukan sekedar tersusun secara hirarkis (Hudoyo, 1998: 5).

Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri pebelajar dengan faktor ekstern atau lingkungan, sehingga melahirkan perubahan tingkah laku.

Berikut adalah tiga dalil pokok Piaget dalam kaitannya dengan tahap perkembangan intelektual atau tahap perkembangan kognitif atau biasa juga disebut tahap perkembagan mental. Ruseffendi (1988: 133) mengemukakan; (1) perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya, setiap manusia akan mengalami urutan-urutan tersebut dan dengan urutan yang sama, (2) tahap-tahap tersebut didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi mental (pengurutan, pengekalan, pengelompokan, pembuatan hipotesis dan penarikan kesimpulan) yang menunjukkan adanya tingkah laku intelektual dan (3) gerak melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan (equilibration), proses pengembangan yang menguraikan tentang interaksi antara pengalaman (asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul (akomodasi).

Berbeda dengan kontruktivisme kognitif ala Piaget, konstruktivisme sosial yang dikembangkan oleh Vigotsky adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. Penemuan atau discovery dalam belajar lebih mudah diperoleh dalam konteks sosial budaya seseorang (Poedjiadi, 1999: 62). Dalam penjelasan lain Tanjung (1998: 7) mengatakan bahwa inti konstruktivis Vigotsky adalah interaksi antara aspek internal dan ekternal yang penekanannya pada lingkungan sosial dalam belajar.

Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak (Poedjiadi, 1999: 63) adalah sebagai berikut: (1) tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi, (2) kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan memcahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari dan (3) peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.

B. Hakikat Pembelajaran Menurut Teori Belajar Konstruktivisme

Sebagaimana telah dikemukakan bahwa menurut teori belajar konstruktivisme, pengertahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru.

Sehubungan dengan hal di atas, Tasker (1992: 30) mengemukakan tiga penekanan dalam teori belajar konstruktivisme sebagai berikut. Pertama adalah peran aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna. Kedua adalah pentingya membuat kaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian secara bermakna. Ketiga adalah mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang diterima.

Wheatley (1991: 12) mendukung pendapat di atas dengan mengajukan dua prinsip utama dalam pembelajaran dengan teori belajar konstrukltivisme. Pertama, pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif siswa. Kedua, fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak.

Kedua pengertian di atas menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan anak secara aktif dalam proses pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui lingkungannya. Bahkan secara spesifik Hudoyo (1990: 4) mengatakan bahwa seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari kepada apa yang telah diketahui orang lain. Oleh karena itu, untuk mempelajari suatu materi yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang akan mempengaruhi terjadinya proses belajar tersebut.

Selain penekanan dan tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam teori belajar konstruktivisme, Hanbury (1996: 3) mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran, yaitu (1) siswa mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki, (2) pembelajaran menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti, (3) strategi siswa lebih bernilai, dan (4) siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya.

Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tytler (1996: 20) mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai berikut: (1) memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, (2) memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif, (3) memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru, (4) memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa, (5) mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka, dan (6) menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.

Dari beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi.